Akhir abad ke – 19, Frerich (1861) dan Flint (1863)
melaporkan adanya hubungan antara penyakit hati lanjut, asites dan gagal ginjal
tanpa ditemukannya perubahan signifikan pada histologi ginjal (Wadei, 2010).
Istilah sindrom hepatorenal pertama kali diperkenalkan oleh P. Merklen tahun
1916 dan diambil oleh W. Nonenbruch tahun 1929. Dalam beberapa tahun terakhir ini, telah diketahui bahwa Sindrom Hepato Renal (SHR) merupakan komplikasi
terminal pada pasien sirosis hati dengan ascites(Kuntz, 2006).
Pada SHR kelainan yang
dijumpai pada ginjal hanya berupa kegagalan fungsi tanpa ditandai dengan
kelainan anatomi. Hal ini dapat dibuktikan bila ginjal tersebut
ditansplantasikan pada penderita lain yang tidak didapati kelainan hati, maka
fungsi ginjal tersebut akan kembali normal atau penderita yang mengalami SHR
dilakukan transpalantasi hati maka fungsi ginjalnya akan kembali normal(Gines P,1999). Selain perubahan fungsi ginjal, penderita SHR
juga ditandai dengan perubahan sirkulasi arteri sistemik dan aktifitas sistim vasoactive
endogen yang berperan dalam terjadinya hipoperfusi ke ginjal. Dengan alasan
ini SHR merupakan kumpulan patofisiologi yang unik untuk diketahui hubungan
antara sirkulasi sistemik dan fungsi ginjal
serta pengaruh factor vasokonstriktor dan vasodilator pada sirkulasi ginjal(Dagher L, 2001).
Sindrom hepatorenal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penyakit
sirosis. Sekitar 20 % pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi
ginjal yang normal akan mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1 tahun dan
39 % setelah 5 tahun perjalanan penyakit(Setiawan, P.B 2006). Gines dkk
melaporkan kemungkinan insiden SHR pada pasien sirosis hepatis mencapai 18 %
pada tahun pertama dan akan meningkat hingga 39 % pada tahun ke lima ( Wadei,
HM, 2010)
Pada stadium awal, gangguan fungsi ginjal pada sindrom hepatorenal bersifat
reversibel, yaitu dapat membaik dengan intervensi medis. Akan tetapi, stadium
ekstrim dari gangguan fungsi ginjal ini bersifat irreversibel. Secara umum
prognosis sindrom hepatorenal adalah buruk. Tanpa transplantasi hati atau
pengobatan dengan vasokonstriktor yang tepat, rerata angka ketahanan hidup
kurang dari 2 minggu (Setiawan, P.B 2006). Pada keadaan ini terapi bersifat
suportif dasn sering tidak berhasil kecuali dengan transplantasi hati (Morgan
et all, 2013). Oleh karena itu, pencegahan terjadinya sindrom hepatorenal harus
mendapat perhatian utama.