Sampai
saat ini, trauma merupakan salah satu penyebab utama kematian, baik dinegara
maju maupun negara berkembang seperti Indonesia, di Amerika serikat, trauma
masih menjadi penyebab utama kematian pada kelompok usia 1-44 tahun, di dunia
trauma menyebabkan 9% dari total angka kematian, sedangkan berdasarkan data
kepolisian RI, jumlah kecelakaan lalu lintas pada tahun 2012 adalah 109.038
kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak 27.441 orang. (Gourgiotis
dkk 2013)
Penyebab utama kematian pada trauma
yang terbanyak adalah perdarahan masif yang berujung pada terjadinya syok
hemoragik yang didefinisikan sebagai kegagalan sirkulasi yang berakibat pada
gangguan perfusi dan oksigenasi jaringan akibat perdarahan. Salah satu acuan
utama yang digunakan untuk mengatasi syok akibat perdarahan pada trauma adalah guideline ATLS yang diterbitkan oleh American College of Surgeons. Disamping
debat yang masih berkelanjutan mengenenai jenis cairan yang paling sesuai untuk
trauma, apakah koloid atau kristaloid, beberapa penulis dan dokter
mempertanyakan juga protokol pemberian cairan yang agresif sesuai rekomendasi
ATLS, karena pemberian cairan yang berlebihan justru akan memberikan efek yang
merugikan pada pasien Kesulitan utama pada penilitian dalam
bidang trauma adalah kelompok yang heterogen, dimana pada masing masing daerah
bisa berbeda penyebab trauma sehingga tidak memungkinkan membuat satu protokol
yang sama untuk semua negara/wilayah.
Tujuan
terpenting dalam penanganan kasus trauma adalah kontrol perdarahan yang
definitif yang kemudian diikuti oleh pengembalian perfusi jaringan ke kondisi
normal sesegera mungkin. (Hai 2004, Jackson dan Nolan 2009).
Tujuan
dari tinjauan pustaka ini adalah untuk memberikan pandangan baru dalam hal
menghadapi kasus perdarahan akibat trauma yang sering kita jumpai dalam
kegiatan sehari-hari.