Anestesi spinal kontinu (continuous spinal anesthesia; CSA) merupakan sebuah teknik anestesi
yang digunakan untuk menghasilkan dan mengontrol efek anestesi spinal yang
berlangsung dengan menggunakan sejumlah kecil dosis agen anestetika lokal yang
diinjeksikan secara intermiten menuju spatium
subarachnoida melalui sebuah indwelling
catheter (kateter yang dipasangkan pada tubuh selama periode waktu
tertentu). Konsep tersebut disampaikan pertama kali pada tahun 1970 oleh Dean,
seorang dokter bedah berkebangsaan Inggris yang menuliskan mengenai
penempatan/pemasangan sebuah jarum pada spatium subarachnoida dan dengan sengaja
dibiarkan tetap terpasang secara in situ,
sehingga dapat disuntikkan dosis ulangan agen anestetika lokal yang digunakan. 1
Pada tahun 1939, Lemmon mendeskripsikan penggunaan sebuah
jarum bengkok (malleable needle) yang
dapat ditinggalkan tetap tertanam dalam spatium
subarachnoida, sehingga dimungkinkan dilakukannya injeksi agen anestetika
lokal secara intermiten melalui sebuah selang karet (rubber tube). Teknik kateterisasi tersebut untuk pertama kalinya
dideskripsikan oleh Edward Tuohy pada tahun 1944. Tuohy mengungkapkan bahwa
pelaksanaan CSA tergolong aman dan merupakan teknik yang versatile, dimana pelaksanaannya memiliki keuntungan berupa
ketiadaan kejadian permasalahan yang signifikan seperti nyeri kepala yang
terjadi paska penusukan dura (post-dural
puncture headache; PDPH).2
Pada awal tahun 1950-an, Dripps melaporkan terjadinya
insidensi kejadian paraestesia yang tinggi dan angka keberhasilan anestesi CSA
yang rendah, sehingga terjadi penurunan penggunaan teknik CSA. Ketakutan akan
pelaksanan CSA yang dapat menyebabkan peningkatan insidensi kejadian PDPH dan
beberapa komplikasi neurologis, sekaligus bersamaan dengan berkembangnya
penggunaan teknik anestesi epidural kontinu (continuous epidural anesthetic technique),
semakin mengurangi penggunaan dan pelaksanaan CSA.1
Ketika penggunaan CSA diperkenalkan kembali pada
pertengahan tahun 1990-an, terdapat sejumlah kelebihan yang dideskripsikan,
yakni: dimungkinkannya kontrol yang sangat baik terhadap persebaran/distribusi
segmental dan durasi anestesi yang berlangsung; efektifitas agen anestetika
lokal dalam dosis kecil yang digunakan; dan penurunan risiko terjadinya
berbagai efek samping kardiovaskuler. Insidensi kejadian PDPH cenderung rendah,
terutama pada pasien-pasien lansia.3
Selama akhir tahun 1980-an, dibuat dan dikembangkan
penggunaan mikrokateter yang memungkinkan pelaksanaan dan penggunaan teknik CSA
pada pasien-pasien usia muda tanpa menyebabkan risiko terjadinya PDPH yang
berlebihan. Meskipun demikian, para dokter anestesi dan para klinisi lain tidak
hanya mengalami kesulitan dalam menurunkan frekuensi terjadinya PDPH, tetapi
juga dilaporkan terjadinya sejumlah komplikasi neurologis berat yang terjadi
paska penggunaan mikrokateter spinal (spinal
microcatheters) dan penggunaan agen anestetika lokal hiperbarik dalam
konsentrasi tinggi (high concentration,
hyperbaric local anesthetics). Beberapa
hal tersebut menyebabkan terbentuknya miskonsepsi yang menyatakan CSA sebagai
sebuah teknik yang membahayakan.4
Tabel
1. Era Sejarah Penting dalam Penggunaan CSA3

Meskipun demikian, pengalaman kami
mengungkapkan bahwa CSA merupakan teknik yang memiliki nilai manfaat dan aman
ketika digunakan secara benar. Tujuan dari tinjauan pustaka ini adalah untuk
mengkaji sejumlah aspek yang relevan terkait penggunaan CSA, indikasi
penggunaan dan efek samping yang ditimbulkan, dan memberikan ulasan terkait
obat-obatan, peralatan dan teknik yang digunakan dalam pelaksanaan CSA.