Teknik
laparoskopi klinik pertama kali dilakukan oleh H. Jacobaeus pada tahun 1910.
Mulai tahun 1970an, seiring dengan berkembangnya teknologi dan tersedianya
peralatan yang aman dan memadai memungkinkan dikembangkannya laparoskopi
ginekologi secara rutin. Laparoskopi appendiktomi perama kali dilakukan oleh
Semm pada tahun 1983 dan laparoskopi kolesitektomi pertama kali dilakukan oleh
Muhe pada tahun 1985. Sejak saat itu, konsep pembedahan invasif minimal
berkembang dengan pesat, meliputi berbagai tindakan pembedahan, dan menjadi
prosedur standar di bidang pembedahan tertentu. (Schellpfeffer, 2006)
Di Indonesia,
teknik bedah laparoskopi mulai dikenal di awal 1990-an ketika tim dari RS Cedar
Sinai California AS mengadakan live demo di RS Husada Jakarta. Selang setahun
kemudian, Dr Ibrahim Ahmadsyah dari RS Cipto Mangunkusumo melakukan operasi
laparoskopi pengangkatan batu dan kantung empedu (Laparoscopic Cholecystectomy)
yang pertama. Sejak 1997, Laparoscopic Cholecystectomy menjadi prosedur baku
untuk penyakit-penyakit kantung empedu di beberapa rumah sakit besar di Jakarta
dan beberapa kota besar di Indonesia. (Imadeharyoga, 2008)
Laparoskopi, dalam beberapa tahun terakhir
menjadi suatu prosedur yang umum dalam praktek klinik. Pada mulanya laparoskopi
banyak dilaksanakan oleh bagian obstetri dan ginekologi dimana banyak dilakukan
laparoskopi sterilisasi dan tindakan diagnostik singkat. Umumnya tindakan ini
dikukan pada pasien muda dan sehat.
Teknik
laparoskopi intra abdominal sekarang telah berkembang, bahkan dilakukan pada
pasien-pasien usia tua dan mungkin memiliki penyakit kardiovaskuler dan paru.
Tindakan laparoskopi ini mungkin
memerlukan perubahan posisi pasien dan membutuhkan insuflasi
karbondioksida intra abdominal dalam waktu yang cukup lama.
Masalah
utama pada laparoskopi berkaitan dengan efek kardiopulmoner akibat
pneumoperitoneum, absorbsi sistemik karbondioksida, insuflasi gas
ekstraperitoneal, emboli gas vena, cedera sutuktur intra abdominal yang tidak
disengaja dan posisi pasien. (Joshi, 2002)
Pengkajian
masalah-masalah potensial yang mungkin terjadi pada laparoskopi sangat penting
bagi ahli anestesi untuk dapat memberikan anestesi yang optimal pada pasien.
Teknik yang tepat dan fasilitas monitoring selama pembedahan memungkinkan
deteksi dini dan pencegahan komplikasi. Demikian pula upaya untuk pulih sadar
yang cepat dan masa rawat inap yang pendek dengan efek residual minimal
membutuhkan keahlian tersendiri bagi para ahli anestesi untuk dapat mengelola
pasien-pasien laparoskopi.
Pada referat
ini akan dibahas pemilihan teknik anestesi, meliputi anestesi umum dan
regional, dimana mulai berkembang penggunaan teknik anestesi regional pada
tindakan laparoskopi.