Secara
umum, tumor mediastinum merupakan tumor yang jarang ditemukan. Di inggris
disebutkan bahwa hanya terdapat 250 sampai 300 prosedur per-tahunnya.
Kebanyakan kasus hanya berupa prosedur diagnostik seperti biopsi dan hanya
sebagian kecil prosedur pengangkatan massa tumor (Gothard
2008).
Data frekuensi tumor mediastinum di
Indonesia antara lain didapat dari SMF Bedah Toraks RS Persahabatan Jakarta dan
RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada tahun 1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan
operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma,
24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan
lokasi tumor pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan
mediastinum posterior 25,5%. Dari kepustakaan luar negeri diketahui bahwa jenis
yang banyak ditemukan pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma, timoma
dan germ cell tumor (PDPI 2003).
Bagi praktisi anestesia, tumor
mediastinum ini digambarkan sebagai bencana yang menunggu untuk terjadi.
Sumbatan total jalan nafas dan kolaps nya sistem kardiovaskular merupakan
komplikasi dari general anesthesia
yang timbul pada pasien-pasien ini, berhubungan dengan penekanan tumor terhadap
jalan nafas sekitarnya, pembuluh darah, paru-paru dan jantung (Barbeito,
dkk 2012).
Pasien dengan tanda dan gejala yang
ringan, bahkan tanpa gejala pun dapat berubah menjadi obstruksi jalan nafas dan
kardiovaskular yang berat selama induksi pada general anesthesia yang mengancam nyawa (Barbeito,
dkk 2012).
Oleh karena itu sangat penting untuk memahami
anatomi dan pathophysiology dari
tumor mediastinum untuk dapat melakukan evaluasi pre-operatif dan
memformulasikan rencana pembiusan yang jelas, demi tercapainya anestesia yang
aman (Barbeito, dkk 2012).click here for full text